menulis dengan jernih

3.08.2020

Cinta Tak Lantas Jodohmu

Aku sangat bersyukur. Malam ini hujan tak turun lagi seperti kemaren malam. Tak apalah meskipun ini malam Senin, bukan malam Minggu. Tekad ini harus segera kugenapkan. Sebenarnya sudah kesekian kali kurencanakan sih, tapi ya bagaimana lagi. Rasa berani ini munculnya barus sekarang. Amelia, apa kabarmu di musim penghujan ini?

doc-ukhtiirgiaulia.blogspot.com


Aku gugup. Bajuku mulai basah oleh keringat. Amelia menyambutku dengan senyum khasnya. Dua lesung pipitnya itu. Aduhai Tuhan indah sekali. Kami kemudian duduk. Tak saling bicara.


"Kok diam terus sedari tadi mas? Biasanya kan

sampean selaluuu saja ada tema buat dibicarakan.." Kata Amelia.

"Entahlah Amel. Malam ini kok jadi kaku semua. Hilang semua hal yang ingin kubicarakan
," sahutku. Berusaha jujur. Biar sedikit lepas. Amel terkekeh.


"Ah, mas ini. Kayak mau nembak cewek saja, he he.."


Aku mencoba mengangkat pandangan. Duh Tuhan. Mengapa senyumannya semakin indah saja malam ini, kataku membatin.


"Cepetan dong mas. Ayo ngomong. Banyak nyamuk nihhh," katanya. Manja. Betapa senang hatiku dengan kemanjaannya itu. Kurasa itulah sumber-sumber cahaya. Yang mampu membuatku ingin terbang lebih tinggi dari pesawat racikan pak Habibie.


"Kok malah melamun begitu sih??" katanya lagi. Lebih manja dari tadi. Aku pandang sorot mata Amel dengan ragu. Tahukah kau nona? Kalau aku sukar bicara malam ini, sebab memang sedang ingin menembak cewek?


Ya. Aku sangat ingin memilikimu. Punya kebersamaan berdua secara legal denganmu. Tidak seperti sebelum-sebelumnya ini, kita memang sering bersama. Berduaan. Tapi itu ilegal. Belum konstitusional. Baiklah, aku harus lebih berani bicara perasaanku ini. Harus. Wajib.


"Mas, aku bahagia sekali hari ini..." kata Amel. Ya aku tahu itu Mel. Aku bisa merasakannya dari suaramu Mel. Aku pun sangat senang dan bahagia Mel.


"Kemaren malam mas," katanya memulai cerita. Aku memperbaiki posisi duduk. Biar lebih khusyuk mendengar. "Cowok yang kusuka, menembakku lho. Makanya, senanggg sekali hatiku, hehe..."


What? Ditembak cowok?


"Loh Mel. Bukannya tadi malam hujannya sangat deras semalaman? Kosanku saja sampai banjir. Meluap dari jalan," kataku. Mencoba tegar. Sial. Duh nasibkuhh. Kok sebegininyah sih.


"Iya. Di sini juga banjir. Tapi dia keren. Meski hujannya sangat deras begitu, dia tetap tabah ke sini. Cowok yang begituan, keren bingit kan mas?"


Aku tersenyum. Mengangguk pelan. Dan menarik napas dalam. Huh. Rasa-rasanya aku kok jadi kepengen tertawa keras dan terbahak-bahak saja.


"Boleh aku tertawa sebentar Mel?" kataku kemudian. Wajah Amel terlihat bengong. Dua matanya menyipit. Bulu alis tebalnya jadi melengkung.


"Kok jadi aneh gitu mas? Ada apa sih?"


"Begini ceritanya Mel," aku berusaha menjawab, meskipun mulai ada yang retak-retak di dalam rongga hati. "Aku kan juga cinta sama kamu. Tapi kok kamu sudah berhasil ditembak lelaki lain? Aku akan antara malu, marah, kecewa dan patah hati. Semuanya meretak-retak ronggaku, hiks!"


Amel langsung senyap. Tak ada suara dari mulutnya. Tiba-tiba kudengar ia sesunggukan. Kuangkat kepala. Oh Tuhan. Kok dia yang malah menangis? Meskipun diriku lelaki, tetapi soal patah hati, lelaki juga punya hak yang sama untuk menangis bukan?


"Ini terus bagaimana??" katanya. Sembari terisak. "Masak, baru jadian satu malam, esoknya tak putusin??"


"Ka..kamu kok bilang begitu??" kataku. Isak Amel malah makin deras.


"Aku kan, aku kan... Juga cinta sama sampeam mas..."


Aku melongo. Amel terus saja menangis. Aduh bingung. Bingung aku. Ini anak gimana sih ya. Kalau memang cinta, kenapa?


"Kenapa sampean lama banget sih pdkt-nya? Tiga bulan mas. Tiga bulan. Tiga bulan, sampean dekati aku. Tapi kenapa, kok aku nggak sampean tembak-tembak??? Hiks, hiksss...."


Mulutku menganga. Aku jadi salah tingkah. Rasa-rasanya, aku juga ingin ikut menangis terisak-isak.
Share:

Terbaru

Terbaru

Unordered List

Pages

Sample Text

Theme Support