Si hitam, sejak menginjak usia remaja tampak mulai kurang betah
berlama-lama di rumah. Ia lebih senang berkelana di luar. Mula-mula sehari, dua
hari hingga tiga hari tidak pulang-pulang. Begitu usia dewasa, bisa empat hari
baru pulang. Namun belakangan ini dia jadi aneh. Ia tampak lelah dan pesimis.
Mulai malas berkelana.
Sering bola matanya menatap saya.
Seakan ingin bertutur galau. Tentang betapa beratnya bertahan dan berjuang
hidup di luaran. Si hitam sudah pernah ada luka di kaki dan punggungnya. Entah
apa sebabnya. Boleh jadi dipukul orang, bisa jadi juga sebab jatuh, karena ia
mulai hobi manjat pohon atau naik ke atap-atap rumah warga kampung. Bahkan,
pernah sekali waktu ia nongol di depan pintu. Seekor burung kecil tercengkram
di mulutnya. Beh, busyet dah. Bikin kaget saja.
Si hitam memang saya latih hidup
mandiri di mana pun. Bukan apa-apa, saya bukanlah pecinta kucing. Namun
terkadang nggak tega juga jika ada anak kucing sendirian, diusilin anak kecil,
dan kebingungan di jalan. Jadi sejak awal memang hanya berniat mengantarkan si
kucing sampai ia bisa cari makan sendiri.
Entah, apa ada perbedaan kehidupan
antara masa remaja kucing dan masa dewasanya. Tetapi yang saya amati, kucing
remaja sepertinya cenderung disukai orang. Buktinya si hitam waktu remajanya
sering digendong-gendong orang. Ketika sudah dewasa, si hitam tampak perubahan.
Jadi, sekarang kalau sudah kedengaran
suara motor saya, cepat-cepat ia bergegas menghampiri. Saya biarkan saja dia
tidur-tiduran di ruang tamu. Sesekali dia ke dapur mencari minum. Kebetulan
kotak minumnya selalu saya isi. Meskipun sudah dikasih makan, ia biasanya
langsung ngibrit entah kemana, kali ini ia memilih leyeh-leyeh depan pintu.
Kucing kota sepertinya memang penuh
dilema. Tikus sebagai mangsa utamanya, namun nyatanya sulit untuk menemukan
kucing kota yang memburu tikus kemudian dilahapnya. Kalau pun ada tikus
berkeliaran, mereka hanya melirik saja sekilas. Selebihnya, ia cuek bebek saja.
Para kucing kota setahu saya mencari makan di bak-bak sampah. Anehnya, khusus
di kampung saya berdiam, semua kucing terlihat sehat, rapi dan bersih
bulu-bulunya.
Kucing-kucing yang tampak berantakan
justru yang berkeliaran di pasar-pasar. Bulu-bulunya kumuh dan kotor. Tentu,
keberadaan mereka memprihatinkan. Namun begitu, tiap-tiap makhluk memiliki takdir
dan keunikan hidupnya masing-masing. Kita tidak bisa mengharap semua orang
memberikannya perhatian. Sama seperti saya, hanya sekedar menjadi perantara
kecil untuk membantu mereka belajar memperjuangkan takdir kehidupannya.